Bakar Batu, Mukbang Ala Maluku yang Jadi Penguat Kebersamaan Masyarakat

Masyarakat Maluku mengenal tradisi bakar batu. Melalui tradisi ini, mereka menikmati makan sambil menjaga kebersamaan di antara mereka sendiri.

Tak hanya makan besar alias mukbang, nuansa kebersamaan masyarakat sudah terasa sejak persiapan acara dilakukan. Masyarakat bergotong royong menyiapkan segala sesuatunya bersama-sama, kemudian nanti menikmati hasil masakannya bersama-sama pula.

Secara sederhana, tradisi bakar batu merupakan acara dimana masyarakat di suatu daerah memasak dan makan bersama. Tujuannya untuk mengungkapkan rasa syukur sekaligus mengakrabkan hubungan antar anggota masyarakat.

Pembakaran batu merupakan tradisi yang unik. Salah satu keunikannya ada pada teknik memasaknya yang benar-benar tradisional. Peralatan masak yang digunakan hampir seluruhnya diambil langsung dari alam.

Langkah pertama dari proses memasak dengan api batu adalah menyiapkan area memasak. Menurut situs Dinas Pariwisata Maluku, lubang perlu dibuat dan diisi dengan struktur kayu dan batu. Kemudian batu-batu itu dibakar.

Hasilnya adalah lubang panas. Langkah selanjutnya adalah membungkus berbagai bahan makanan seperti singkong, ubi, ikan dan daging dengan daun pisang. Kayu dan batu bara kemudian dikeluarkan dari lubang hanya menyisakan batu. Makanan yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam lubang.

Setelah makanan dimasukkan, lubang ditutup dengan daun pisang dan tanah. Langkah selanjutnya tinggal menunggu hingga makanan matang dan siap disantap.

Warisan Jaga Alam dari Masyarakat Baduy: Hindari Kelaparan hingga Bencana

Berusaha Melestarikan

Pemerintah setempat tampaknya sangat memahami pentingnya pembakaran batu sehingga tradisi ini perlu dilestarikan. Hal ini juga diungkapkan oleh Bupati Maluku Tenggara, Muhammad Thaher Hanubun.

Di Maluku Tenggara, pembakaran batu disebut juga umun. Tradisi ini sudah dikenal sejak zaman dahulu, namun sayangnya tidak dilakukan sesering dulu.

“Tradisi umun atau bakar batu bertujuan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan antar umat, menjalin silaturahmi antarumat beragama dan melestarikan nilai-nilai adat setempat yang diwarisi dari nenek moyang,” kata Muhammad Thaher Hanubun seperti dilansir dari DI ANTARA.

Pemerintah juga tidak tinggal diam agar tradisi bakar batu tidak punah. Salah satu langkahnya adalah melaksanakannya langsung di Ohoi (Desa) Yafavun pada 4 Februari 2023.

Muhammad Thaher Hanubun berharap agar pembakaran batu dapat terus dilakukan. Hal ini dianggap penting untuk menjaga perdamaian di masyarakat.

“Saya mengapresiasi tradisi umum ketika masyarakat Kei di Malra dan di Tual akhir-akhir ini sering bertikai atau bentrok satu sama lain, saya berharap tradisi kebersamaan ini terus kita lestarikan agar rasa kebersamaan dan saling memiliki semakin kuat. ,” dia berkata.

Sosok Perempuan Pahlawan Literasi Bagi Suku Baduy

This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *