Kata “Swasembada” Sudah Hilang di Kamus Bangsa

Penulis senior GNFI

Pangan merupakan kebutuhan strategis di banyak negara di dunia, dan pengalaman di berbagai negara yang mengalami krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintahan suatu negara dimanapun. Maklum saja, pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat.

Di Indonesia, salah satu bentuk makanan adalah nasi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Kebutuhan terus meningkat terutama pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Ramadan menjelang Idul Fitri, perayaan Natal, Tahun Baru, dll.

Beras merupakan komoditas penting karena merupakan salah satu faktor atau indikator untuk menghitung tingkat inflasi. Karena itu, dalam rapat kabinet pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto selalu menanyakan kondisi harga beras dan kecukupannya di masyarakat.

Meski Orde Baru memiliki berbagai kelemahan seperti ekonomi negara yang dikuasai kroni-kroni istana, pelanggaran HAM, pemerintahan yang dikuasai militer, politik yang diatur penguasa, tidak adanya kebebasan pers, dan lain-lain, diakuinya. bahwa dalam menjalankan kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru sangat menitikberatkan pada bagaimana membuat Repelita atau Rencana Pembangunan lima Tahun, sebagai rencana yang dibuat dan dilaksanakan selama 30 tahun masa jabatan Suharto.

Program ini menerapkan pembangunan terpusat untuk ekonomi makro di Indonesia. Rancangan program Repelita di bawah arahan Widjojo Nitisastro pada tahun 1967, ketika beliau menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang disempurnakan untuk jangka waktu sekitar satu tahun.

Selain Nitisastro, program ini juga disusun bersama tokoh teknokrat lain yang juga berasal dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, yakni Emil Salim, Ali Wardhana, JB Sumarlin, Saleh Afiff, Subroto, dan Mohammad Sadli. Mereka dikenal sebagai Berkley Mafia. Rincian Repelita:

  • Repelita I (1969–1974) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.
  • Repelita II (1974–1979) bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali, dan Madura, termasuk melalui transmigrasi.
  • Repelita III (1979–1984) menekankan industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
  • Repelita IV (1984–1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja dan industri baru.
  • Repelita V (1989–1994) menekankan transportasi, komunikasi dan pendidikan.
  • Repelita VI (1994–belum selesai) bertujuan untuk meningkatkan perkembangan iklim penanaman modal asing guna meningkatkan perekonomian dan industri nasional.

Terlihat bahwa selama Repelita I pemerintah Orde Baru memusatkan perhatian pada masalah pertanian dan infrastruktur. Seingat saya, selama Repelita I, pemerintah sedang berkonsentrasi membangun infrastruktur pertanian, seperti pengairan, bendungan, pembangunan pabrik pupuk, pembangunan gudang pertanian, pembentukan Koperasi Unit Desa atau KUD, acara Dialog membahas pertanian dan pangan, dll.

Oleh karena itu, tidak heran jika dahulu Indonesia berhasil swasembada beras hingga mendapat penghargaan dari Badan Pertanian PBB FAO pada tahun 1984 yang membanggakan Indonesia saat itu, maka tidak lagi mandiri. mencukupi dan harus impor.

Kata “swasembada” sepertinya sudah hilang dari kamus bangsa ini, akibatnya kita impor karena mengalami defisit pangan. Kita pernah mengimpor 1,5 juta ton dari Thailand dan Vietnam (1,5 juta ton sama dengan 1 miliar 500 juta kilogram).

Baru-baru ini, di berbagai media nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia akan tetap mengimpor beras meski Februari lalu sudah mulai memasuki panen raya. Menurut dia, stok Bulog menipis dan tidak mencukupi kebutuhan beras nasional.

“Secara nasional kita butuh, karena stok dari Bulog tipis. Stoknya minimal 1,2 juta ton, kemarin di level 600 (ribu) ton, jadi mau tidak mau kita harus (impor),” kata Jokowi saat mengecek stok. dan harga kebutuhan pokok di pasar. Wonokromo, Surabaya, Sabtu (18/2/2023)

Seringkali negara kita mengalami kelangkaan beras karena stok atau pasokan, baik di tingkat masyarakat maupun Badan Urusan Logistik (Bulog).

Perlu diketahui bahwa daerah penghasil beras utama berada di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi Selatan, sedangkan konsumsi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, kebanyakan orang Indonesia mengkonsumsi nasi dua atau tiga kali sehari, untuk sarapan, makan siang dan makan malam selalu menggunakan nasi dalam menu rumah tangga. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya ketidakseimbangan kecukupan beras.

Selain itu, beras memiliki karakteristik yang unik, yaitu: dipengaruhi oleh cuaca, tanaman semusim, usaha tani kecil dan banyak, serta elastisitas permintaan yang tinggi.

Apabila terjadi gangguan pada ciri-ciri tersebut, misalnya banjir, serangan hama penyakit, gagal panen, dan lain-lain, maka dapat dilihat bahwa Indonesia akan mengalami defisit pangan dan upaya untuk menutupi defisit tersebut hanya dengan impor.

Namun, defisit beras juga bisa terjadi karena kurangnya koordinasi antar instansi terkait, misalnya ada ketidaksesuaian antara data stok beras yang dimiliki Kementerian Pertanian dengan data yang dimiliki Bulog.

Pada masa Orde Baru, masalah beras ini mendapat perhatian serius sehingga secara rutin diadakan pertemuan di daerah penghasil beras yang dihadiri oleh Kementerian Pertanian, Gubernur/Pemerintah Kabupaten/Bupati, Puskud, KUD untuk mengidentifikasi masalah beras mulai dari kesiapan musim tanam, kecukupan pupuk, masalah irigasi, panen dan pasca panen, pergudangan, transportasi dll.

Pertemuan tersebut menghasilkan harmonisasi data di masing-masing instansi pemerintah mengenai jumlah produksi, stok di masyarakat, stok di gudang Bulog, dll.

Nampaknya sistem koordinasi seperti itu perlu dihidupkan kembali agar kita bisa mengurangi ketergantungan pangan dari impor. Jika tidak ada koordinasi, akan terjadi impor beras dari luar negeri, padahal kenyataannya negeri ini masih sibuk dengan panen raya.

Itu ironis.

Meramu Langkah Menyejahterakan Petani di Tengah Swasembada Beras

Cek berita, artikel, dan konten lainnya di berita Google

This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *