Warga Kriyan Jepara Meriahkan Tradisi Baratan: Nguri-nguri Peninggalan Ratu Kalinyamat

TRIBUNMURIA.COM, JEPARA- Ribuan orang berkumpul di kawasan Masjid Al Makmur, Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, Minggu (12/3/2023) malam.

Mereka dengan antusias merayakan Tradisi Barat yang diadakan setelah malam Nisfu Syaban.

Dalam tradisi itu, ada prosesi beberapa orang yang berperan sebagai Ratu Kalinyamat beserta para dayang dan prajuritnya.

Kali ini sosok Ratu Kalinyamat diperankan oleh Anggita Yesenia Nirwana (19), warga RT 8/2, Desa Kriyan.

Dia mengendarai kereta emas yang ditarik oleh seekor kuda. Di depannya, barisan pembawa kendi dan tentara mengawalnya dalam perjalanan.

Kemudian di barisan belakang, dia diikuti oleh sekelompok dayang, diikuti oleh anak-anak dari warga sekitar yang membawa lampion.

Juga beberapa anak muda membawa gunungan yang terbuat dari sayuran setinggi sekitar 2 meter.

Rombongan arak-arakan berkeliling Desa Kriyan. Hampir tidak ada celah manusia di sisi jalan. Semua warga menumpuk menyaksikan rombongan yang lewat.

Tokoh masyarakat setempat, Muhammad mengatakan, Tradisi Barat telah dilakukan secara turun-temurun.

Tradisi ini mengangkat apa yang ada di Desa Kriyan, khususnya peninggalan Ratu Kalinyamat, seperti keraton, watu gilang, dan siti inggil.

Muhammad mengatakan Tradisi Barat dilakukan setelah malam Nisfu Syaban. Pasalnya, pada malam Nisfu Syaban diadakan kegiatan baca Yasin, tafak Al-Qur’an, dan salat.

“Kemudian acara puncak hari ini adalah prosesi Baratan,” kata Gus Mad, sapaan akrab Muhammad.

Baca juga: Video Jelang Ramadan, Warga Kriyan Jepara Gelar Tradisi Barat

Baca juga: Sosok Ratu Kalinyamat, ahli strategi perang yang dikagumi Soekarno, diusulkan menjadi pahlawan nasional

Baca juga: Megawati Dukung Ratu Pejuang Jepara Kalinyamat Raih Gelar Pahlawan Nasional

Menurutnya, prosesi tersebut tidak akan dilakukan pada malam Nisfu Syaban sehingga masyarakat pada malam Nisfu Syaban tidak fokus pada prosesi tersebut, melainkan melupakan esensi malam Nisfu Syaban. Sehingga prosesi dilakukan setelah seluruh kegiatan inti Nisfu Syaban dilaksanakan.

Mengenai pengertian Baratan, Gus Mad menjelaskan, Bararan berasal dari kata bara ata. Karena malam Nisfuu Syaban memiliki nama lain Lalilatul Bara’ah.

“Orang Jawa tidak bisa mengatakan bahwa bara’ah akhirnya menjadi barat,” jelasnya.

Bara’ah, katanya, berarti malam pembebasan. Untuk itu, bisa juga diartikan bahwa malam Nisfu Syaban adalah malam pembebasan dari dosa manusia yang ingin bertaubat pada malam itu.

Apalagi Tradisi Bararan ini dilakukan jelang Ramadhan. Gus Mad berharap ketika kita memasuki Ramadhan setelah melaksanakan amalan kita pada malam Nisfu Syaban, kita bersih dari segala dosa.

“Semoga kita bisa menjalani Ramadhan dengan ringan dan semangat,” ujarnya.

This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *